Halaman

Sunday, September 28, 2014

BERSIFAT RAMAH ADALAH BAGIAN DARI AJARAN ISLAM

   Rasulullah SAW bersabda, "Orang
beriman itu bersikap ramah dan tidak
ada kebaikan bagi seorang yang
tidak bersikap ramah. Dan sebaik-
baik manusia adalah orang yang
paling bermanfaat bagi
manusia." (THR. Thabrani dan
Daruquthni, dari Jabir RA).
Hadis di atas kembali mengingatkan
jati diri kemanusiaan kita agar selalu
bersikap ramah dalam berinteraksi
sosial di antara sesama. Suatu sikap
yang dalam satu bulan terakhir ini
menjadi pertanyaan kita semua,
khususnya menyangkut sikap kita
sebagai manusia untuk menghargai
hak-hak kemanusiaan sesama.
Bila melihat hadis di atas, sangat
jelas dan tegas bahwa objek yang
dituju dari hadis tersebut adalah
"orang beriman". Jadi, sikap
keramahan itu menjadi satu hal yang
mutlak harus diintegrasikan dalam
diri orang yang beriman. Artinya,
kualitas keimanan seseorang itu salah
satunya bisa diukur dari seberapa
jauh ia sebagai seorang mukmin dalam
kehidupan sosialnya itu melaksanakan
"keramahan" kemanusiaannya (baca
menghargai dan menghormati).

Praktisnya, bila orang beriman itu
hidup dalam kemajemukan, maka ia
bisa menghargai dan menerima segala
perbedaan. Bila ia seorang pejabat,
maka ia bisa menyuarakan dan
amanah pada aspirasi rakyatnya.
Dan bila ia seorang pemimpin, maka ia
bisa menyalurkan segala energi
kepemimpinannya untuk mewujudkan
kemakmuran rakyatnya.

Implementasi wujud keramahan
tersebut menjadi hal paling esensial,
mengingat hakikat orang beriman itu
tidak hanya pandai melafalkan
sumpah tertentu, akan tetapi yang
lebih penting dari itu adalah wujud
konkret tindakannya di masyarakat.
"Al-imanu tashdiiqun bil qalbi, wa
ikrarun bil lisan, wa a'malun bil
arkan" (orang beriman itu tidak
hanya membenarkan dalam hati, dan
mengikrarkan di lisan, tapi lebih dari
itu adalah melaksanakan dalam
bentuk perbuatan).

Dengan memperhatikan esensi orang
beriman ini, maka kalimat berikutnya
dari hadis tersebut sangat
kontekstual, bahwa sebaik-baik
manusia adalah orang yang paling
bermanfaat bagi manusia lainnya.
Artinya, keberadaan kita sebagai
manusia (dalam posisi apa pun) akan
sangat ditentukan seberapa jauh kita
bisa memberi manfaat bagi
sekelilingnya. Kalau prinsip ini
dijadikan pegangan utama, maka
tentu tidak ada namanya anasir-
anasir tindakan merendahkan
kemanusiaan yang muncul di hati.
Tidak ada namanya "kedzaliman
struktural" manakala kita diberi
amanah menjalankan kekuasaan. Tak
ada namanya ketakutan akan
turunnya pencitraan ketika kita
senantiasa berpegang pada
kebenaran. Semua tindakan akan
tersubordinasikan untuk meraih
tujuan hakiki orang beriman, yaitu
rida Allah SWT. Semoga Allah
senantiasa memberi hidayah kepada
kita semua untuk selalu berada pada
garis kebenaran-Nya, sampai kita
semua menghadap-Nya dengan
husnul khatimah. Amin ya Rabbal'alamin.

Mohon keihlsan sobat untuk satu klik disini.

No comments:

Post a Comment

Matur suwun sanget sampun mampir dateng blogger khulo